Ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah kembali memanas setelah Iran meluncurkan rudal balistik ke arah pangkalan militer Amerika Serikat di Qatar pada tanggal 23 Juni 2025. Serangan ini disebut sebagai balasan langsung atas aksi militer AS yang sebelumnya menghantam beberapa fasilitas nuklir utama Iran, termasuk kompleks pengayaan uranium di Natanz.
Kementerian Pertahanan Iran mengonfirmasi peluncuran rudal tersebut sebagai “respon sah terhadap agresi yang melanggar kedaulatan nasional,” sementara pemerintah AS menyebut tindakan Iran sebagai "eskalasi berbahaya yang mengancam stabilitas kawasan."
Konflik ini sendiri berakar dari serangan udara besar-besaran yang dilakukan oleh Israel terhadap sejumlah infrastruktur militer dan nuklir Iran pada pertengahan Juni 2025. Serangan itu menewaskan sejumlah ilmuwan nuklir dan menghancurkan fasilitas strategis, memicu kemarahan Teheran dan mempercepat konfrontasi terbuka di wilayah Teluk.
Dampak dari aksi saling serang ini tidak hanya bersifat militer, tetapi juga mengguncang pasar energi global, meningkatkan harga minyak, serta memicu kekhawatiran akan pecahnya perang terbuka antara kekuatan besar dunia. PBB dan beberapa negara regional, termasuk Turki dan Uni Emirat Arab, telah menyerukan gencatan senjata segera dan pembukaan jalur diplomasi.
Namun hingga kini, masing-masing pihak menunjukkan sikap tegas dan tidak ada tanda-tanda deeskalasi. Dunia internasional menahan napas, menanti apakah konflik ini akan terus memburuk dan mengarah pada konfrontasi berskala besar.