Tragedi Pendakian dan Temuan Jenazah
Juliana Marins, seorang publicist dan backpacker asal Brasil berusia 26 tahun, memulai pendakian ke puncak Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Karena kelelahan, ia tergelincir ke jurang dengan kedalaman sekitar 300–500 meter. Meskipun sempat terlihat oleh drone dalam kondisi sadar, medan ekstrem dan kabut tebal menghambat proses penyelamatan. Empat hari kemudian, pada 24 Juni, tim SAR gabungan menemukannya dalam kondisi meninggal dunia di kedalaman sekitar 600 meter.
Autopsi dan Waktu Kematian
Hasil autopsi yang dirilis pada 27 Juni mengungkap bahwa Juliana meninggal sekitar 20 menit setelah jatuh. Penyebab utama kematiannya adalah trauma tumpul akibat benturan keras, termasuk fraktur pada organ vital dan perdarahan hebat — bukan karena hipotermia seperti yang sempat diduga sebelumnya.
Kemarahan Keluarga & Tuduhan Kelalaian
Keluarga Juliana di Brasil menuduh adanya kelambanan dalam proses pencarian serta kurangnya transparansi dari pihak otoritas Indonesia. Kakak Juliana, Mariana, menyatakan bahwa sejumlah informasi yang beredar — seperti klaim bahwa Juliana sempat diberi makanan atau air — tidak sesuai dengan kenyataan dan sangat melukai keluarga.
Keterlibatan Brasil & Langkah Diplomatik
Kementerian Luar Negeri Brasil mengirim perwakilan ke lokasi kejadian dan berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Brasil di Jakarta. Presiden Brasil, Lula da Silva, bahkan mengesahkan dekrit khusus untuk menanggung seluruh biaya pemulangan jenazah Juliana ke tanah air.
Dampak Politik: Survei Elektabilitas Turun
Kematian Juliana di luar negeri memicu kehebohan di Brasil, terutama di media sosial. Banyak yang menilai bahwa pemerintah lamban merespons dan gagal memberikan perlindungan maksimal bagi warganya di luar negeri. Akibatnya, tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Lula sempat mengalami penurunan, terutama karena munculnya anggapan bahwa isu kemanusiaan semacam ini tidak ditangani dengan sigap di tingkat nasional.