Kata swasembada pangan menjadi hal yang terus ditekankan oleh Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Swasembada pangan merupakan bagian dari Asta Cita atau delapan (8) program pokok pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sejak awal menjabat, Prabowo menjanjikan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinannya akan mencapai swasembada pangan dalam empat hingga lima tahun. “Saya yakin, paling lambat 4 sampai 5 tahun, kita akan swasembada pangan. Bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia,” ucap Prabowo dalam pidato perdanya sebagai Presiden Indonesia, Oktober 2024.
Bahkan pada Februari 2025, Prabowo mengatakan bahwa target tersebut bisa terwujud lebih cepat. “Target yang saya kasih empat tahun, ternyata mungkin beberapa bulan ini kita sudah swasembada. Tapi kita tidak gembar-gembor,” ucap Prabowo di Kementerian Pertanian, pada 3 Februari 2025 lalu.
Sebagai salah satu program unggulan, upaya pemerintahan Prabowo mewujudkan janjinya ini dijalankan dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga mulai dari Kementerian Pertanian hingga militer. Sejumlah langkah tengah dijalankan mulai dari peningkatan produktivitas beras, perluasan lahan pertanian, hingga tata niaga pupuk.
Dalam lima tahun ke depan pun pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan mencetak sawah baru seluas tiga juta hektare. Dikutip dari laman Indonesia.go.id, Bapanas berencana mencetak sawah baru seluas 750 ribu hektare per tahun mulai dari tahun 2025 hingga 2027 demi mencapai swasembada pangan.
Sebaran dan Luasan Program Optimalisasi Lahan dan Cetak Sawah (2024-2025)
Pada tahun 2025 Kementerian Pertanian merencanakan program optimalisasi lahan yang akan dilaksanakan di 14 Provinsi yang tersebar di 48 kab/kota dengan luas total 500.000 ha. Sementara, Cetak Sawah 2025 difokuskan di 3 provinsi utama yaitu Kalteng, Kalsel dan Sumsel masing-masing 150.000 ha dan provinsi lain 50.000 ha.
Di tengah berbagai upaya yang tengah dijalankan, sebuah riset yang terbit di Nature Food mencatat nama Guyana sebagai satu-satunya negara yang saat ini telah mencapai swasembada pangan. Bagaimana Guyana mencapai kondisi tersebut dan apa yang bisa Indonesia pelajari dari capaian itu?
Cara Guyana Mencapai Swasembada Pangan
Guyana, negara kecil di Amerika Selatan ini disebut telah mencapai swasembada pangan dalam riset berjudul “Gap Between National Food Production and Food-Based Dietary Guidance Highlights Lack of National Self-Sufficiency” yang terbit di Jurnal Nature Food pada 16 Mei 2025.
Riset ini dilakukan terhadap berbagai negara menggunakan standar kelompok makanan livewell diet dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan World Wildlife Fund’s (WWF) serta data produksi pangan 2020 dari lembaga neraca pangan (Food Balance Sheet). Livewell diet merupakan pola makan yang fleksibel, sehat, dan berkelanjutan yang melibatkan konsumsi protein dari tanaman, sayur, biji-bijian, dan gandum, dan lebih sedikit makanan mengandung lemak, garam, dan gula.
Berdasarkan standar tersebut, para peneliti dari University of Goettingen, Jerman, dan University of Edinburgh, Inggris, mengelompokkan pedoman pola makan ke dalam tujuh kelompok pangan. Tujuh kelompok pangan itu yakni buah-buahan, sayuran, susu, ikan, daging, kacang-kacangan dan biji-bijian serta makanan berbahan pokok tepung atau karbohidrat.
Setelah itu mereka menganalisis kesenjangan antara produksi pangan domestik negara dengan cakupan pedoman pola makan di atas. Para peneliti juga menganalisis ketergantungan perdagangan dengan rendahnya tingkat kemandirian pangan di suatu negara. Hal ini bertujuan untuk melihat peran penting diversifikasi pangan.
Berdasarkan riset tersebut, 154 dari 186 negara mampu memenuhi dua sampai lima jenis pangan melalui produksi pangan domestik. Hanya Guyana yang mampu memenuhi ketujuh jenis pangan itu. Sementara Cina dan Vietnam berhasil memenuhi enam dan tujuh jenis kelompok pangan dari produksi pangan domestik.