Jakarta - Kasus penipuan asmara atau love scamming yang menyasar Kani Dwi Haryani, seorang staf media Presiden Prabowo Subianto saat ini tengah dalam penyelidikan Polda Banten. Polisi mengungkap tersangka Marpuah alias MR (21) ternyata terinspirasi dari tontonan drama Korea.
Kepala Bidang Humas Polda Banten Komisaris Besar Didik Hariyanto mengatakan berdasarkan pengakuan tersangka MR, penipuan love scamming ini terinspirasi karena sering menonton film. "Ya terinspirasi dari drama Korea yang ditontonnya," kata Didik dihubungi Tempo, Kamis 19 Juni 2025.
Didik tidak menjelaskan detail judul drama Korea yang membuat MR terinspirasi melakukan penipuan menggunakan fake akun atau akun palsu dengan foto profil seorang laki-laki di akun @Febrianalydrss dan mengaku sebagai pilot Emirates.
Tersangka MR ditangkap Tim V Ditreskrimsus Polda Banten di rumahnya Rangkas Bitung, Lebak pada hari yang sama tak lama setelah Kani Dwi Haryani melaporkan kasus penipuan ini ke Polda Banten pada 13 Juni 2025.
"Pada hari itu juga dilaporkan, tersangka ditangkap di rumahnya. Pada saat penyidik datang, yang bersangkutan sedang santai di rumahnya," kata Didik.
Nyaris ada korban lain
Didik mengatakan penyidik Polda Banten telah memeriksa 2 orang saksi yang berdasarkan pengakuan tersangka merupakan dua orang calon korban penipuan. "Mereka kena tipu, tetapi belum sampai mengirimkan uang," katanya.
Adapun Kani Dwi Haryani telah mengirim uang sebanyak Rp.48 juta melalui dua kali pengiriman kepada MR alias Febrian melalui nomor rekening yang bukan atas namanya yakni nomor rekening BRI atas nama Indri Sintia.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten Komisaris Besar Polisi Yudhis Wibisana sebelumnya mengatakan kasus ini terungkap setelah Kani membuat laporan polsii dengan nomor: LP/B/219/VI/SPKT I. DIRESKRIMSUS/2025/POLDA BANTEN. Laporan itu dibuat Kani pada 13 Juni 2025.
Penipuan ini bermula dari perkenalan Kani Dwi Haryani dengan MR pada November 2024. MR menggunakan akun Instagramnya bernama Febrian di @febrianalydrss. Dari komentar di Instagram berlanjut ke percakapan pribadi di WhatsApp.
"Mulanya Febrian alias tersangka MR yang akunnya bernama @febrianalydrss_ ini memberikan komentar di akun @kanidwi dengan kalimat 'salamin ke pakwowo ya mba,' yang dibalas oleh pelapor dengan “Hi, Haloooooo” Okeeey disalamken hehe. ” kata Yudhis.
Yudhis mengatakan setelah komentar pada November 2024, Kani tetap komunikasi dengan Febrian hingga 8 Januari 2025. "Mereka bertukar nomor WhatsApp dan berlanjut berkomunikasi," ujar Yudhis.
Selang dua bulan kemudian pada Sabtu, 1 Maret 2025, sekitar pukul 21:00 WIB, Febrian meminjam uang kepada Kani sebesar Rp. 13 juta. Peminjaman itu digunakan dengan alasan sepupunya bernama Miftahul Syifa atau Cipa mau kerja melalui bantuan orang dalam.
Keesokan harinya, pada Ahad 2 Maret 2025 Kani pun meminjamkan uangnya dengan mentransfernya ke rekening BRI 741101023891531 atas nama Indri Sintia.
Sebulan kemudian pada 27 April 2025, Febrian kembali meminjam uang kepada Kani. Kali ini jumlahnya lebih besar, yakni Rp 35 juta. "Peminjaman kedua dengan dalih pembayaran administrasi training untuk maskapai Emirates,” kata Yudhis.
Lama kelamaan, Kani curiga dan mendatangi rumah orang yang mengaku bernama Febrian di Rangkas Bitung Lebak. Alamat itu didapat Kani karena ia pernah mengirim bunga ke alamat tersebut. Barulah terungkap bahwa nama Febrian fiktif dan menyadari telah menjadi korban penipuan.
Kani lantas melaporkan penipuan yang ia alami kepada Polda Banten. Dengan cepat, polisi menangkap Febrian yang ternyata bukan seorang laki-laki melainkan MR, seorang perempuan.
Dalam penyelidikannya, polisi menyita barang bukti berupa; 1 unit handphone iPhone 13,1 unit Vivo Y22 (dalam kondisi rusak parah),1 buah flashdisk, 1 buah kartu perdana Indosat dengan nomor 085716597873.
Polisi mengenakan Pasal 35 Jo Pasal 51 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau tindak pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar.
Pasal itu menyebutkan bahwa tindak pidana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik
Didik Hariyanto mengatakan kasus love scamming ini merupakan kali pertama kasus yang ditangani Polda Banten. "Kami berharap tidak ada kasus serupadan mengimbau agar masyarakat berhati-hati dalam berinteraksi di media sosial,"kata Didik.