Sebagai provinsi dengan pendapatan asli daerah (PAD) terbesar dari sektor pariwisata, Bali jadi destinasi impian bagi sejumlah orang. Ibu Kota Denpasar bahkan mendapat julukan Parijs Van Bally, karena keindahannya yang mampu memikat wisatawan selayaknya kota Paris di Perancis.
Namun sektor pariwisata yang mentereng, kini perlu mendapat perhatian. Permasalahan kepadatan wisatawan menjadi risiko yang dapat berpengaruh pada aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Beberapa kota dengan daya tarik wisata, di berbagai penjuru dunia telah mengalami overtourism, kondisi suatu destinasi wisata terlalu padat dengan wisatawan. Keramaian tersebut melebihi kapasitas wilayah dan memberi dampak negatif bagi lingkungan, penduduk lokal, dan bahkan pengalaman wisatawan itu sendiri.
Kota seperti Barcelona di Spanyol hingga Venesia di Italia sudah merasakan overtourism. Keindahan kanal-kanal sungai memang menjadi magnet tersendiri bagi Venesia. Namun, tarikan yang terlalu kuat malah mengundang atensi yang akhirnya membuat lelah masyarakat setempat.
Puncaknya, warga Venesia menolak kehadiran pendiri Amazon, Jeff Bezos yang akan melangsungkan pernikahan bersama tunangannya, Lauren Sanchez. Masyarakat menilai ada isu penguasaan area wisata oleh segelintir elit.
Meski belum sampai menyebabkan ketidaknyamanan warga, pariwisata di Bali perlu mendapat perhatian. Beragam masalah konflik horizontal telah terjadi di Bali, yang melibatkan warga negara asing (WNA).
Apalagi ada tren kenaikan jumlah wisatawan berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali. Dari Januari-April 2025 total ada sekitar 2 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Dibanding tahun 2024, angkanya naik sekitar 11 persen. Melihat tren juga, kunjungan wisatawan asing biasanya cenderung lebih tinggi pada Semester II. Artinya ada peluang wisatawan asing meningkat lagi jumlahnya pada tahun 2025.
Pertumbuhan Wisatawan Mancanegara ke Bali
Melihat trennya, wisatawan mulai ramai ke Bali sekitar bulan Maret dan akan terus naik sampai mencapai puncaknya pada bulan Juli.
Di Bali, meski tidak semua, sejumlah wisatawan asing mengundang masalah. Pertama, masalah sosial terkait perilaku pidana turis asing. Hal ini kerap meresahkan masyarakat Bali. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali, Parlindungan, menyebut banyak turis mancanegara yang datang di Bali berasal dari Rusia dan Ukraina yang kini tengah berkonflik. Di antara kasus kriminal yang terjadi di Bali adalah penculikan oleh sekelompok warga Rusia yang dijuluki sebagai 'Gang Rusia'.
"Setelah perang Rusia dan Ukraina, akhirnya banyak orang-orang Rusia dan Ukraina yang stranded (terlantar di Bali, dan kadang-kadang menimbulkan persoalan dan terjadi perilaku-perilaku yang menimbulkan pidana," kata Parlindungan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XIII DPR RI, Selasa (25/2/2025).
Selain masalah sosial, muncul pula permasalahan lingkungan. Mengutip data data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah di Provinsi Bali pada 2024 mencapai 1,2 juta ton. Kota Denpasar menjadi penyumbang terbesar dengan jumlah sampah sekitar 360 ribu ton.
Kajian Institute for Essential Service Reform (IESR), sampah di Bali, dalam kurun waktu 2000-2024 mengalami kenaikan hingga 30 persen. IESR mengatakan ada masalah kesadaran pengelolaan sampah di sebagian besar masyarakat, termasuk kenaikan wisatawan ke Bali yang sebabkan meningkatnya timbulan sampah di Pulau Dewata.
Meski dihadapkan dengan sejumlah fenomena pelancong, pada akhir 2024, Dinas Pariwisata Bali menyebut tidak ada masalah overtourism. Mereka mengatakan wisatawan di Bali; over concentrate. Kondisi ini mengacu ke kondisi penumpukan wisatawan hanya di satu wilayah, tepatnya di Bali Selatan.
“Konsentrasi segala sesuatu ada di Bali Selatan. Dilihat dari kegiatan usaha yang ada di Bali Selatan, kendaraan yang macet, termasuk bagaimana pembangunan masif. Bali itu kan tidak hanya di Selatan, tapi ada Bali Timur, Utara, dan Barat,” kata Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun dikutip dari Antara, Kamis (16/12/2025).