Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan Cina dan Rusia menawarkan kerja sama pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan Indonesia. Peluang kerja sama dengan kedua negara tersebut, kata Yuliot, berkaitan dengan transfer teknologi pengembangan nuklir.
Yuliot menyebutkan, penawaran tersebut datang saat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ikut mendampingi Presiden Prabowo ke Rusia pada 18-19 Juni 2025. Ia mengatakan detail mengenai bentuk kerja sama teknologi dari Rusia akan dijelaskan lebih lanjut setelah Menteri Bahlil kembali ke Tanah Air.
"Jadi untuk teknologi yang ditawarkan, katanya itu ada dari China atau dari Rusia, ini mungkin dari kunjungan Pak Menteri kemarin," ujar Yuliot saat ditemui di Kantor ESDM, Jumat, 20 Juni 2025.
Yuliot menjelaskan, teknologi yang dibutuhkan Indonesia saat inI adalah untuk pengembangan reaktor modular kecil atau Small Modular Reactor (SMR). Dengan begitu, kata dia, pembangunan PLTN bisa lebih terukur dan sesuai dengan kebutuhan energi nasional yang tersebar di banyak wilayah.
Sebelumnya, Yuliot melanjutkan, Indonesia juga menjajaki peluang kerja sama dengan Kanada dan Korea Selatan. Namun, rencana tersebut urung direalisasikan karena kedua negara tersebut lebih fokus pada pengembangan reaktor modular berskala besar atau Large Modular Reactor (LMR). "Jadi di Kanada ternyata tidak. Kemudian di Korea Selatan itu juga kita jajaki, ternyata mereka memiliki kapasitas Large Scale," ujarnya.
Pemerintah memasukkan pembangunan PLTN ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025–2030. Dalam rencana ini, pemerintah menargetkan PLTN mulai beroperasi paling cepat pada 2030 atau paling lambat 2032. PLTN tersebut dirancang untuk menyumbang kapasitas listrik sebesar 500 megawatt (MW) dari total target tambahan pembangkit sebesar 69,5 gigawatt.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan penggunaan energi nuklir akan mulai diterapkan secara bertahap. Pada tahap awal, PLTN tidak akan dibangun dalam skala besar, melainkan tersebar di beberapa lokasi dengan kapasitas antara 250 hingga 500 MW.
“Untuk PLTN kita mulai on itu pada 2030 atau 2032. Jadi mau tidak mau kita harus mempersiapkan semua regulasi yang terkait dengan PLTN,” kata Bahlil saat memimpin sidang Dewan Energi Nasional (DEN), Senin, 21 April 2025.
Ia mengatakan saat ini pemerintah sedang menyusun rancangan Peraturan Presiden terkait pelaksana proyek energi nuklir, yang disebut KP2EN. Ia menyebut pengembangan PLTN sebagai langkah penting yang harus diambil, terutama untuk membantu menurunkan biaya listrik dan mendukung target emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060.“Ke depan kita akan buat dalam skala yang lebih bagus,” kata Bahlil.