Riski Ramadhan, penjual oli di Tokopedia sejak 2021, menghela napas panjang saat mengecek dashboard penjualan perusahaannya. Sejak migrasi dari Tokopedia ke TikTok Shop awal Juni 2025—seiring dengan merger kedua perusahaan—ia mengalami sendiri deretan kepelikan yang bermunculan: antarmuka yang relatif rumit, promosi ongkir terbatas, hingga pencairan dana yang molor.
“Di awal integrasi, penjualan sempat menurun sekitar 5-10 persen karena perubahan sistem dan promo yang terbatas,” ucap Corporate Communication perusahaan oli asal Thailand, PTT Lubricants Indonesia itu, kepada Tirto, Kamis (19/6/2025).
Riski tak sendirian. Ribuan mitra Tokopedia yang terpaksa bermigrasi ke TikTok Shop menghadapi dilema serupa. Meski bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas, "satu dashboard untuk dua platform" tersebut pada praktiknya justru sempat berdampak pada tergerusnya omset, kenaikan biaya operasional hingga adaptasi sistem yang berlarut-larut.
Integrasi Tokopedia-TikTok Shop pun mengganggu kenyamanan banyak pelapak online di platform berlogo burung celepuk. Riski, misalnya, mengeluhkan antarmuka (user interface/UI) yang "tidak intuitif". "Dulu di Tokopedia, navigasinya sederhana lebih mudah. Sekarang di TikTok lebih ribet aja,” akunya.
Masalah teknis lain adalah pencairan dana yang lebih lambat. Dia bercerita, saat pimpinan perusahaan ingin mencairkan dana, prosesnya mengalami delay. "Saat coba pencairan dana, masuknya baru sekitar 2 hari,” tambah Riski.
Tak hanya itu, fitur gratis ongkos kiri dan COD (cash on delivery) yang sebelumnya menjadi andalan penjual kini dibatasi. "Di Tokopedia sebelum integrasi gratis ongkir bisa menarik pembeli. Sekarang aturannya lebih ketat," kata Riski.
Di sisi lain, Beni, penjual berbagai perkakas sejak 2018 di Tokopedia, mengaku tak merasakan perubahan signifikan di sisi promosi setelah migrasi ke Tiktok Shop. Meski demikian, ia sempat terkesiap dengan besaran potongan transaksi yang membengkak. “Potongannya terlalu besar tembus total 17 persen,” katanya.
Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang platform kompetitor seperti Shopee dikisaran 4-12 persen atau Lazada 8-10 persen. Namun, potongan ini berbeda-beda setiap merchant tergantung pada produk, jenis keanggotaan, dan promo yang dijalankan.
Meski demikian, Beni mengakui penjualannya naik sedikit berkat promosi agresif TikTok. “Sama saja, naik dikit lah mungkin karena Tiktok-nya promonya kuat,” tuturnya.
Beni maupun Riski juga sepaham bahwa lebih nyaman berjualan di Tokopedia. Menurut Riski, kedua aplikasi ini punya kelebihan masing-masing. Tokopedia lebih kuat di sisi logistik, cocok untuk pesanan yang besar.
“Sementara TikTok unggul dari sisi traffic dan interaksi langsung lewat konten dan live. Tapi kalau disuruh pilih, kami pilih di Tokopedia, karena penjualan masih lebih besar di sana,” jelasnya.
Head of Communications Tokopedia and TikTok E-commerce, Aditia Grasio Nelwan mengakui bahwa integrasi ini masih dalam tahap adaptasi. "Kami mendorong seller pindah ke sistem baru pelan-pelan," ujarnya saat ditemui Tirto di Auditorium Tokopedia Tower, Kamis (19/6/2025).
Dia pun menerangkan bahwa sejak 9 Juni 2024, penjual yang belum bermigrasi ke TikTok Shop tidak bisa menambah produk baru atau beriklan di Tokopedia. "Mereka hanya bisa edit produk dan proses pesanan," ucapnya.
Kebijakan ini secara tidak langsung memaksa para penjual untuk migrasi ke Tiktok Shop jika ingin menikmati semua fitur seperti menggenjot penjualan dengan iklan, menikmati promo dari aplikator, atau bahkan memantau perkembangan transaksi. "Mau enggak mau kita harus migrasi. Terpaksa pindah," ucap Riski.