Bedah Rokok Ilegal Merugikan Negara dan Soal Aliran Dana Cukai Rokok

21 Jun 2025 | Penulis: mellanynews

Bedah Rokok Ilegal Merugikan Negara dan Soal Aliran Dana Cukai Rokok

Jakarta - Maraknya peredaran rokok ilegal terus menjadi momok serius bagi penerimaan negara. Indodata Research Center mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, peredaran rokok ilegal terdiri atas rokok tanpa pita cukai (polos), rokok palsu, rokok salah peruntukan (saltuk), rokok bekas, dan rokok salah personalisasi (salson), dengan potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.

Direktur Eksekutif Indodata Research Center Danis Saputra Wahidin menyatakan bahwa rokok ilegal yang beredar didominasi oleh jenis polos tanpa pita cukai sebesar 95,44 persen, diikuti rokok palsu 1,95 persen, saltuk 1,13 persen, rokok bekas 0,51 persen, dan salson 0,37 persen.

Berdasarkan data dari 2021 hingga 2024, dia menjelaskan bahwa konsumsi rokok ilegal menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan. "Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen dan kita menemukan angka di 46 persen di 2024. Maraknya rokok ilegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara Rp 97,81 triliun," kata Danis

Meski begitu, publik masih kerap mempertanyakan ke mana sebenarnya aliran dana cukai yang berhasil dikumpulkan?

Tembakau dikenal sebagai komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi yang tumbuh dengan baik di Indonesia. Produk olahan tembakau tergolong dalam barang kena cukai dan pemungutan cukainya dilakukan secara sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pendapatan negara yang diperoleh dari cukai hasil tembakau produksi dalam negeri kemudian didistribusikan kembali ke daerah penghasil untuk mendukung pembiayaan berbagai sektor, seperti peningkatan mutu bahan baku, pengembangan industri, pembangunan sosial, edukasi tentang ketentuan cukai, serta upaya penanggulangan peredaran barang kena cukai ilegal.

Dikutip dari beacukai.go.idberdasarkan regulasi yang berlaku, dana dari cukai termasuk cukai hasil tembakau, tidak hanya masuk ke kas negara, tetapi sebagian dialokasikan untuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). 

Menurut Mantan Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana menyebut pemanfaatan DBH CHT dialokasikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau tembakau. Ia menjelaskan bahwa mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021, dana tersebut dialokasikan untuk tiga bidang utama, yakni 50% untuk kesejahteraan, 10% untuk penegakan hukum, dan 40% untuk sektor kesehatan.

Hatta menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bidang kesejahteraan mencakup tiga jenis program. Pertama, peningkatan mutu bahan baku yang meliputi pelatihan peningkatan kualitas tembakau, pengelolaan hasil panen dan pasca panen, penerapan teknologi pertanian, serta penyediaan sarana dan prasarana penunjang usaha tani tembakau.

Kedua, pengembangan industri yang mencakup kegiatan pendataan dan pengawasan mesin pelinting rokok, pemeliharaan fasilitas uji bahan dan produk tembakau, pengelolaan limbah industri, serta penguatan kapasitas sumber daya manusia di industri hasil tembakau skala kecil dan menengah.

Ketiga, program pemberdayaan sosial yang ditujukan untuk membantu buruh tani tembakau maupun buruh pabrik rokok, termasuk mereka yang terkena PHK, melalui bantuan dan pelatihan keterampilan kerja. Sasaran bantuan ini juga dapat mencakup masyarakat lain yang ditentukan oleh pemerintah daerah.

Sementara itu, alokasi untuk bidang penegakan hukum terbagi dalam dua fokus. Pertama, program pengembangan industri yang mencakup pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan khusus industri hasil tembakau. Kedua, kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai aturan cukai kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi peraturan perundang-undangan di bidang cukai.


Komentar