Jakarta - Peringkat daya saing Indonesia anjlok dari posisi ke-27 menjadi ke-40. Penurunan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dampak kebijakan perdagangan global dan tantangan struktural di dalam negeri seperti keterbatasan infrastruktur, lemahnya institusi, dan rendahnya kompetensi tenaga kerja.
Peringkat daya saing suatu negara tercantum dalam laporan World Competitiveness Ranking (WCR). Pemeringkatan tahunan ini disusun oleh Institute of Management Development (IMD) melalui World Competitiveness Center (WCC).
Penyusunan laporan ini bertujuan mengukur tingkat daya saing negara-negara di dunia. Laporan ini bukan hanya memuat daftar peringkat melainkan juga menyediakan analisis komprehensif tentang berbagai faktor yang membentuk kekuatan daya saing suatu negara.
Pada tahun 2025, WCR menilai total 69 negara dengan menggunakan kerangka kerja yang menggabungkan data statistik dan survei persepsi. Secara keseluruhan, terdapat 262 indikator yang digunakan dalam analisis ini, terdiri atas 170 data kuantitatif eksternal dan 92 respons survei yang dihimpun dari lebih dari 6.000 eksekutif senior di masing-masing negara.
Secara garis besar, IMD mengklasifikasikan ukuran daya saing suatu negara ke dalam empat kategori utama:
1. Kinerja Ekonomi
Aspek ini mengukur seberapa baik suatu negara dalam mengelola dan mengembangkan kondisi ekonomi secara makro. Indikator yang dinilai mencakup pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), neraca perdagangan, investasi asing langsung, harga ekspor-impor, hingga kestabilan ekonomi secara umum. Negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi dan kebijakan fiskal yang efektif cenderung mendapat skor lebih baik dalam kategori ini.
2. Efisiensi Pemerintah
Kategori ini menilai bagaimana lembaga negara dan kebijakan publik mendukung efisiensi dalam pengelolaan ekonomi. Beberapa indikator dalam kategori ini meliputi kualitas regulasi, transparansi kebijakan, sistem perpajakan, pengelolaan utang publik, serta tingkat birokrasi. Negara dengan tata kelola pemerintahan yang kuat dan responsif terhadap dinamika ekonomi global umumnya memiliki daya saing yang lebih baik.
3. Efisiensi Dunia Usaha
Aspek ini menilai sejauh mana lingkungan bisnis suatu negara mampu mendukung produktivitas dan inovasi sektor swasta. Indikatornya mencakup tingkat kewirausahaan, fleksibilitas tenaga kerja, akses terhadap modal, produktivitas, dan adopsi teknologi oleh perusahaan. Negara yang memiliki pasar tenaga kerja fleksibel dan mendorong inovasi akan tampil lebih unggul dalam kategori ini.
4. Infrastruktur
Infrastruktur mencakup penilaian atas ketersediaan dan kualitas fasilitas fisik maupun digital yang mendukung kegiatan ekonomi. Termasuk di dalamnya adalah infrastruktur transportasi, energi, sistem pendidikan, layanan kesehatan, hingga konektivitas digital dan teknologi informasi. Ketersediaan infrastruktur yang merata dan modern dianggap sangat penting dalam meningkatkan daya saing jangka panjang suatu negara.