Upaya Tempe Menjadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

20 Jun 2025 | Penulis: aldiwrite

Upaya Tempe Menjadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

PACMANNEWS.COM, Jakarta - Budaya tempe secara resmi telah diajukan oleh komunitas melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kepada Sekretariat UNESCO untuk dimasukkan ke dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan.

Pengajuan ini dilakukan pada akhir Maret 2024 dan kini tengah menunggu proses pembahasan oleh Sekretariat Konvensi 2003 UNESCO.

 

"Kami optimis Budaya Tempe ini akan menambah daftar warisan budaya takbenda dari Indonesia yang ada di UNESCO. Kita berdoa semoga dengan masuknya Budaya Tempe dalam daftar UNESCO ini dapat terus memberikan manfaat bukan hanya bagi masyarakat Indonesia tapi dunia," ujar Direktur Pelindungan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikburistek Judi Wajudin dalam rilis pers yang diterima, dikutip dari Antara, 31 Mei 2025.

 

 

Sejarah Tempe
Dilansir dari Rumah Tempe Indonesia, Asal-usul tempe di Indonesia dapat ditelusuri melalui Serat Centhini jilid 3, sebuah naskah kuno yang mengisahkan perjalanan Cebolang, seorang pemuda tampan yang menjelajahi berbagai wilayah. Dalam perjalanannya dari Candi Prambanan menuju Pajang, Cebolang singgah di Dusun Tembayat, Klaten, Jawa Tengah. Di sana, ia dijamu oleh Pangeran Bayat dengan hidangan khas berupa jae santen tempe, yakni masakan tempe yang dimasak dengan santan.

Awalnya, tempe dibuat dari kedelai hitam yang dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan di wilayah Mataram, Jawa Tengah. Berdasarkan catatan sejarah, tempe mulai dikenal sekitar abad ke-17 di sebuah desa di Klaten. Istilah "tempe" diyakini berasal dari kata kuno Jawa "tumpi", yang merujuk pada makanan berwarna putih, serupa dengan warna tempe segar.

Teknik pembuatan tempe diwariskan dari generasi ke generasi oleh masyarakat lokal. Selama lebih dari empat abad, bahan dasar tempe berkembang, tak hanya dari kedelai, tapi juga dari beragam bahan lain seperti kacang-kacangan, biji-bijian, hingga daun-daunan. Hal ini menghasilkan variasi tempe khas Nusantara, seperti tempe kacang hijau, tempe koro pedang, tempe kecipir, tempe menjos (dari kacang tanah), tempe lamtoro, hingga tempe dari daun singkong dan ampas kelapa.

Bahan pembungkus tempe pun beragam. Pada masa awal, digunakan daun waru, daun jati, dan daun jambu biji. Namun kini, daun pisang dan plastik menjadi pembungkus yang paling umum digunakan oleh para produsen.

Saat ini, produksi tempe di Indonesia mencakup sekitar 150.000 unit usaha yang tersebar di seluruh provinsi. Tempe menjadi makanan pokok bagi berbagai kalangan dan menyumbang sekitar 10% dari total asupan protein masyarakat Indonesia. Selain itu, tempe juga telah dikenal secara internasional dan diproduksi di lebih dari 20 negara di dunia.

 

 


Komentar