Pernah Terkena DBD Tidak Membuat Masyarakat Kebal

20 Jun 2025 | Penulis: noviareporter

Pernah Terkena DBD Tidak Membuat Masyarakat Kebal

Orang yang pernah terkena demam berdarah dengue (DBD) , bukan berarti dia akan kebal dengan virus yang sama di kemudian hari. Ini kata dokter.

PACMANNEWS.COM, Jakarta - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Jawa Barat Anggraini Alam mengingatkan bahwa orang yang pernah terkena demam berdarah dengue (DBD) , bukan berarti dia akan kebal dengan virus yang sama di kemudian hari. "Jadi, riwayat pernah terjangkit virus dengue tidak membuat seseorang kebal terhadap virusnya," katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 18 Juni 2025. 

Anggraini mengatakan dengue bukanlah penyakit yang bisa dianggap enteng. “Seseorang dapat terinfeksi virus dengue lebih dari sekali, dan infeksi kedua berisiko lebih parah. Hal ini karena virus dengue terdiri dari empat serotipe," lanjutnya. 

 

Agar tidak terkena kembali virus dengue, Anggraini mengingatkan pengendalian vektor menjadi salah satu fokus yang bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat. Peningkatan keahlian tenaga kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat melalui gerakan-gerakan seperti 3M Plus dan 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) juga perlu dilakukan. "Yang tidak kalah penting adalah memperkuat sistem imun tubuh terhadap virus dengue melalui penggunaan langkah intervensi inovasi. Karena kita tidak pernah tahu kapan dan di mana akan terkena gigitan nyamuk,” katanya.

 

Menurut Anggraini, Target ‘Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030’ adalah sebuah komitmen global yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) dan diadopsi oleh Indonesia melalui Strategi Nasional (Stranas) Penanggulangan Dengue. "Untuk mencapainya, kita harus serius memperkuat upaya pencegahan, terutama melalui pengendalian vektor dan pemanfaatan metode yang inovatif seperti Wolbachia dan vaksinasi,” ia melanjutkan.

Sebelumnya, Hari Dengue Asean (The Association of Southeast Asian Nations) atau Asean Dengue Day (ADD) jatuh pada tanggal 15 Juni setiap tahunnya. Hari ini diperingati oleh negara-negara anggota Asean sebagai bagian dalam upaya pengendalian dengue yang meliputi pencegahan, penanggulangan, dan tatalaksana, guna menekan angka kejadian dan kematian akibat dengue. Sudah lebih dari 50 tahun lalu ketika kasus dengue pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Indonesia. Namun, hingga saat ini, dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama dengan angka kejadian yang fluktuatif setiap tahun. Di tahun 2025 saja, Kementerian Kesehatan mencatat 56.269 kasus yang tersebar di 456 kabupaten/kota di 34 provinsi hingga 16 Mei 2025. Angka sudah termasuk dengan angka kematian sebanyak 250 kasus yang terjadi di 123 kabupaten/kota di 24 provinsi. 

 

Dokter spesialis anak Djatnika Setiabudi sekaligus salah satu pembicara dalam seminar bertajuk Asean Dengue Day 2025 'Strengthen the Role of Healthcare Workers: Together We Fight Dengue',  ini menyoroti sejarah penggunaan metode inovatif seperti vaksinasi yang sudah berlangsung sangat lama. Djatnika mengingatkan bahwa penggunaan vaksin untuk pencegahan penyakit bukanlah hal baru. Vaksin telah digunakan selama lebih dari 200 tahun, tepatnya sejak vaksin pertama kali dikembangkan untuk melindungi dari cacar pada tahun 1796. Kala itu cacar merupakan penyakit yang memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan dampak besar pada peradaban manusia. Imunisasi saat ini mencegah 3,5 juta hingga 5 juta kematian setiap tahun akibat penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), influenza, dan campak. "Walaupun vaksin tidak membuat seseorang kebal terhadap penyakit, tetapi vaksinasi dapat menurunkan tingkat keparahan apabila terjangkit. Seseorang yang telah divaksinasi tidak hanya melindungi dirinya, tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, vaksinasi dapat memutus mata rantai penyebaran penyakit,” katanya melanjutkan.

Dokter spesialis anak Edi Hartoyo  menambahkan Indonesia merupakan negara endemik dengue dengan kasus dengue tertinggi di Asia. Hal ini menjadikan pencegahan dengue sangat penting dilakukan terutama untuk melindungi populasi dengan risiko lebih tinggi terhadap infeksi dengue. Beberapa penelitian menunjukkan dengue yang parah dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk usia dengan peningkatan risiko di kalangan anak-anak yang lebih muda. Data Kementerian Kesehatan tahun 2021-2023 menyebutkan sekitar 73 persen kasus dengue terjadi pada kelompok umur 5-44 tahun dengan proporsi kematian tertinggi 49 persen terjadi pada kelompok umur 5-14 tahun. Selain itu, data global menunjukkan bahwa selama 30 tahun, anak-anak memiliki insiden dengue yang lebih tinggi dan Disability-Adjusted Life Years (tahun-tahun kehidupan yang hilang akibat kematian atau akibat disabilitas yang disebabkan penyakit/DALYs) dari seluruh populasi. 

Indonesia merupakan negara dengan beban DALYs tertinggi akibat dengue pada tahun 2021. Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan yang komprehensif agar kita dapat terhindar dari risiko dengue parah dan kematian. Pencegahan inovatif vaksin dengue yang saat ini tersedia di Indonesia dapat diakses secara mandiri oleh masyarakat. Vaksin dengue adalah salah satu langkah krusial untuk meningkatkan perlindungan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. "Untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan,” kata Edi.

Asean Dengue Day (ADD) adalah peringatan regional yang diluncurkan pada 15 Juni 2011 sebagai tindak lanjut dari persetujuan dalam 10th Asean Health Ministers Meeting tahun 2010, untuk memperkuat kesadaran dan upaya kolektif dalam menanggulangi dengue di Asia Tenggara.  Setiap tahunnya, seluruh negara anggota Asean—termasuk Indonesia—mengorganisir berbagai kegiatan edukasi, kampanye, dan kolaborasi di tingkat nasional maupun lokal guna mendorong pencegahan dengue yang berkelanjutan.

Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menambahkan kasus demam berdarah dengue bisa membuat hilangnya produktivitas masyarakat karena perawatan, baik dari pasien maupun anggota keluarga yang harus mendampingi. Di balik data, ada cerita kehilangan orang-orang tercinta yang tidak tercatat dalam statistik. "Setiap kehilangan adalah tragedi yang sebenarnya dapat kita cegah. Yang kadang kita lupa, dengue bukanlah penyakit musiman, dia ada sepanjang tahun dan bisa menyerang siapa saja terlepas dari di mana kita tinggal, usia, dan gaya hidup kita. Untuk itu, kami memanfaatkan momentum Asean Dengue Day untuk terus mengingatkan bahwa dengue masih mengancam dan mengintai kita setiap waktu,” Andreas. 

Andreas mengatakan perjuangan ini membutuhkan aksi kolektif. Penting agar masyarakat mulai dengan tiga langkah penting: edukasi diri dan orang sekitar tentang pencegahan dengue, disiplin menjalankan 3M Plus, dan terbuka pada solusi pencegahan yang inovatif. "Bersama, kita bisa melindungi lebih banyak nyawa dari ancaman virus dengue,” kata Andreas.


Komentar