Eskalasi Konflik Meningkat, Komisi XIII Minta Menteri HAM Bentuk Desk Papua

20 Jun 2025 | Penulis: lutfijournal

Eskalasi Konflik Meningkat, Komisi XIII Minta Menteri HAM Bentuk Desk Papua

PACMANNEWS.COM, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira mengatakan pemerintah perlu membentuk Desk Papua guna menyelesaikan berbagai persoalan secara lebih optimal. Menurutnya, kehadiran Desk Papua akan membantu pemerintah menuntaskan sejumlah masalah yang selama ini masih menjadi pekerjaan rumah.

“Saya memang pernah mengusulkan, kalau tidak salah, pada Menteri HAM agar ada Desk Papua sehingga isu-isu yang mungkin selama ini belum tertangani bisa diupayakan langkah koordinasi dan pelaksanaannya melalui Desk Papua ini,” kata Andreas saat kunjungan kerja ke Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, dikutip dalam rilisnya pada Jumat, 20 Juni 2025.

 

Andreas mengatakan, Komisi XIII juga mendorong pemerintah untuk menambah kantor wilayah Kementerian HAM di Papua, dengan mempertimbangkan aksesibilitas wilayah serta tingkat kerentanan masyarakat. Saat ini, kantor Kementerian HAM Papua Barat masih mencakup wilayah kerja delapan provinsi, yaitu enam provinsi di Tanah Papua serta Provinsi Maluku dan Maluku Utara.

 

“Dengan ini kita bisa mempertimbangkan prioritas wilayah mana saja Kanwil tersebut dibentuk. Karena wilayah sangat luas, maka usulan penambahan Kantor Wilayah Kementerian HAM di Papua ini kami anggap penting dan strategis,” ujar politikus PDIP itu.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri HAM Thomas Harming Suwarta menyatakan bahwa pembentukan Desk atau Kelompok Kerja (Pokja) Papua memang telah menjadi salah satu program Menteri HAM Natalius Pigai. Ia mengklaim bahwa pembentukan desk tersebut akan segera direalisasikan dalam waktu dekat. “Artinya DPR memberi perhatian serius pada masalah yang ada di Tanah Papua," ujarnya.

 

Sebelumnya, berdasarkan pemantauan atau monitoring media dan data Sistem Pengaduan HAM (SPH), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat sebanyak 40 kasus kekerasan terjadi di seluruh Papua sepanjang Januari–Juni 2025. “Tren kekerasan di Tanah Papua masih terus berlanjut dan cenderung meningkat,” kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits B. Ramandey, dalam keterangan tertulis pada Ahad, 15 Juni 2025.

Puluhan kasus kekerasan tersebut didominasi oleh peristiwa kontak senjata dan penembakan (serangan tunggal) sebanyak 27 kasus. Terjadi pula penganiayaan sebanyak 11 kasus, pengrusakan sebanyak satu kasus, dan kerusuhan satu kasus, di mana satu peristiwa bisa menimbulkan lebih dari satu tindakan kekerasan.

Pada kasus kekerasan tersebut, Kabupaten Yahukimo menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi, yaitu delapan kasus. Di Intan Jaya terjadi tujuh kasus, Puncak Jaya dan Kota Jayapura lima kasus, Puncak dan Jayawijaya tiga kasus, Yalimo dan Paniai dua kasus, sedangkan Kabupaten Jayapura, Nabire, Teluk Bintuni, Dogiyai, dan Kota Sorong masing-masing sebanyak satu kasus.

Dampak dari banyaknya kekerasan itu adalah 75 orang menjadi korban, yaitu 50 orang meninggal dan 25 orang luka-luka. Dari 75 korban tersebut, 10 orang meninggal dan satu orang luka-luka berasal dari kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Selain itu, 16 orang aparat keamanan juga menjadi korban: lima orang meninggal dan 11 orang luka-luka. Sebanyak 48 warga sipil juga turut menjadi korban; 35 dari mereka meninggal, sedangkan 13 lainnya luka-luka.

Jika dilihat berdasarkan wilayah, Provinsi Papua Pegunungan menjadi wilayah dengan jumlah korban paling banyak, yaitu 25 orang meninggal dan sembilan orang luka-luka. Provinsi Papua Tengah menempati peringkat kedua wilayah dengan korban terbanyak, yaitu 21 orang meninggal dan sembilan orang luka-luka. Di Provinsi Papua terdapat dua orang meninggal dan tujuh orang luka-luka, sementara di Provinsi Papua Barat Daya terdapat satu orang meninggal.

 

 

 

 


Komentar