Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rata-rata upah pekerja Indonesia hanya sebesar Rp3,09 juta per bulan, naik 1,78% dari Rp3,04 juta. Namun, upah perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-laki, yakni Rp2,61 juta dengan Rp3,37 juta, menunjukkan hanya memperoleh sekitar 77,5% dari upah laki-laki.
Dibanding tahun sebelumnya, upah naik tipis hingga 1,78% atau Rp50 ribu. Sektor dengan gaji tertinggi adalah pertambangan sebesar Rp5,09 juta, disusul listrik dan gas hingga Rp5,04 juta, sementara sektor jasa lainnya mencatat upah terendah, hanya Rp1,81 juta.
Semakin tinggi pendidikan, semakin besar upah, dari lulusan diploma (D1) atau lebih tinggi, rata-rata mendapat upah Rp4,35 juta, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah sebesar Rp2,07 juta. Sementara lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setaranya memperoleh sekitar Rp2,9 juta.
Ketimpangan upah antara laki-laki dan perempuan terjadi di semua tingkat pendidikan, seperti lulusan sarjana pria mendapat Rp5,04 juta, sedangkan perempuan Rp3,75 juta. Hal ini juga terjadi pada pendidikan dasar dan lintas sektor.
Sementara itu, Jumlah angkatan kerja berdasarkan Sakernas Februari 2025 tercatat sebanyak 153,05 juta orang, naik 3,67 juta dari tahun sebelumnya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik 0,80 persen poin.
Penduduk bekerja mencapai 145,77 juta orang, meningkat 3,59 juta dari Februari 2024. Lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah sektor perdagangan, reparasi, dan perawatan kendaraan, yang bertambah 980 ribu pekerja.
Meskipun terjadi pertumbuhan dalam jumlah pekerja dan kenaikan upah rata-rata nasional, ketimpangan upah masih menjadi masalah. Perbedaan pendapatan antar sektor, pendidikan, dan terutama gender, mencerminkan tantangan besar dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di pasar